Bagi Anda yang bergelut di dunia Teknologi Informasi (TI), praktisi, akademisi dan konsultan TI, ataupun mahasiswa yang secara formal belajar komputer di fakultas komputer, teknik, maupun MIPA, tentunya keberadaan “mahluk” bernama Linux tentu tidak asing lagi. Tidak asing dalam arti pastilah minimal pernah mendengar sekilas, kalau memang belum ada waktu dan keinginan untuk berkenalan lebih jauh. Sedangkan pada sisi yang lain, pengguna komputer awam kemungkinan besar belum mengenal Linux. Bagaimana dengan Anda, sudah tahukah apa itu Linux? Atau Anda tahu namun ragu apakah bisa menggunakan Linux?
Sistem Operasi: Asli dan Bajakan
Sistem Operasi Linux adalah barang baru yang mungkin sepertinya sulit. Apalagi jika sudah terbiasa dengan Sistem operasi proprietary yang masih sangat populer saat ini. Apa itu Sistem Operasi? Wikipedia, sebuah situs ensiklopedia yang populer di Internet mencatat kalau sistem operasi itu adalah gabungan dari potongan kode yang berguna. Masih belum jelas, kan? Saya tidak dapat menjelaskan banyak, ringkasan dan deskripsinya mungkin sementara bisa didapatkan di sebuah blog yang ada di internetberikut ini.
Anggap saja sistem operasi itu adalah sekumpulan program yang menjadi satu untuk menjalankan sebuah sistem yang lengkap sehingga dapat menjalankan software–software lainnya yang dapat berjalan di atas sistem operasi tersebut (ini definisi orang awam ke pada orang awam lainnya). Contohnya MS Windows, Mac OS, Distro-distro Linux, FreeBSD, dan lain-lain.
Sedangkan Sistem operasi proprietary sederhananya adalah sistem komputer yang berlisensi komersial. Anda harus membayar harga yang lumayan mahal untuk sekedar membelinya, dan lisensi ini juga secara umum mewajibkan software tersebut diinstall di satu komputer saja. Sementara saya menulis artikel ini, saya tidak akan menyebut nama dari sistem operasi komputer tersebut, kira-kira Anda sudah tahu apa yang sebut dengan Sistem operasi berlisensi komersial. Hmm.. baru tahu?
Tapi tunggu dulu, ada informasi lebih lanjut. Pembaca, tahukah Anda kalau sebagian besar software yang dipakai oleh banyak kalangan di negeri tercinta ini adalah software bajakan? Ya, benar, jika Anda tidak merogoh kocek ratusan ribu rupiah untuk menginstall satu keping software sistem operasi komputer, dan tidak mengeluarkan uang ekstra lain kecuali lembaran lima ribuan untuk membeli satu keping CD software atau game, maka Anda telah memakai barang bajakan.
Solusi dan Kemudahan Linux
Jika Anda tidak merasa nyaman dan aman dengan memakai barang bajakan, terutama jika salah satu atau semua alasan berikut ada pada diri Anda. Pertama, jalan hidup (aturan) Agama Anda melarang hal-hal yang “haram” termasuk pembajakan. Kedua, jika Anda generasi MTV yang “Say no to drugs” dan “Say no to Piracy” atau jika Anda warga negara yang taat hukum dan ingin mematuhi UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pasal 27 Ayat (3) UU Hak Cipta itu menyebutkan bahwa dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda Rp 500 Juta, barang siapa yang memperbanyak penggunaan/menggunakan Program komputer tanpa hak (Program komputer bajakan) untuk kepentingan komersial.
Jadi, tunggu apa lagi. Ada dua solusi dengan demikian. Solusi pertama, silakan dengan tenang menggunakan laptop maupun PC di rumah dengan terlebih dahulu merogoh kocek lebih dalam, membeli semua lisensi yang diwajibkan. Anda tidak perlu menggantinya dengan Sistem operasi yang berbeda, hanya install ulang software yang asli (genuine). Solusi kedua, beralih ke software yang Free & Open Source. Free artinya bebas, dan Open Source artinya Anda bisa dapatkan kode sumber Sistem operasi tersebut. Anda bebas melihat, memodifikasi dan menyebarluaskannya dengan “judul” sendiri. Yang paling populer dari solusi kedua adalah GNU/Linux yang disingkat Linux. Untuk arti dan sejarah perkembangannya, silakan cari di berbagai literatur dan dokumentasi. Referensi paling baik dan lengkap (juga dapat dijelajah dengan teks berbahasa Indonesia) tentang Linux dan Free & Open Source Software (FOSS), termasuk lisensi yang dipakai Linux dapat dilihat di kamus Online yang juga Free & Open source, yaitu http://id.wikipedia.org/wiki/Linux .
Oke, sebagai manusia Indonesia yang hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan saya yakin sebagian besar akan memilih solusi kedua (atau tetap memakai bajakan). Apalagi Fakta menunjukan banyaknya keunggulan Linux, antara lain stabilitas dan reliabilitasnya. Linux benar-benar tahan banting, “anti virus”, relatif anti hang, dan seterusnya. Aplikasinya? Sama saja, hanya beberapa perbedaan yang tidak signifikan dalam urusan hasil pekerjaan, misalnya perbedaan nama. Apalah arti sebuah nama, jika output yang dihasilkan lebih baik. Contohnya aplikasi perkantoran Microsoft Office, di Linux ada versi yang Free & Open Source-nya, alias tidak perlu bayar lisensi, yaitu OpenOffice.org. Kemampuannya? Sama, bahkan lebih. software ini bahkan sudah dapat dijalankan di OS komersial dengan nama OpenOffice.org for Windows. Namun di balik semua kelebihannya, ada sebuah pertanyaan (baca: pernyataan), “Saya tidak bisa menggunakan Linux”.
Lalu bagaimana? Silakan berkenalan dulu dengan Linux. Setelah “beramah tamah” dengan Linux melalui distro (distribusi Linux) yang bisa dijalankan langsung dari CD tanpa harus di-istall, Anda akan suka dengan tampilan desktop Linux. Namun hanya sesaat, biasanya, esok hari Anda akan kembali di sistem yang lama, merasa susah untuk beralih ke Linux. Mengapa fenomena ini sering terjadi? Saya akan memberikan beberapa pendapat yang disertai contoh pengalaman nyata yang saya alami. Semoga dapat membantu Anda.
Kemudahan dan Kebiasaan
Ala bisa karena biasa. Pepatah lama ini bukan hanya menjadi jargon masa lalu, akan tetapi tetap berlaku dalam berbagai situasi saat ini. Mengapa Anda tidak segera berpindah (dikenal dengan istilah bermigrasi) ke lain Sistem operasi? Karena Anda sudah terbiasa memakai Sistem operasi (biasanya di singkat OS) yang sudah ada di komputer Anda. Ya, seakan-akan Linux sulit. Sudah berbeda file systemnya, cara-cara pemakaiannya pun kadang perlu menguasai terminal atau console. Walaupun tampilan di distro Linux yang Anda coba akan sangat indah dan menakjubkan, belum tentu Anda serta merta memutuskan migrasi. Kondisi ini dapat Anda ubah dengan segera. Caranya dengan menginstall Linux di PC Anda. Tanpa Anda Install, Anda tidak akan pernah merasa bisa menguasai Linux.
Tahap awal, bisa dengan dual boot. Tidak perlu membuang OS yang ada di perangkat komputer Anda. Anda bahkan bisa menikmati indahnya GRUB atau LILO, yaitu tampilan yang akan membawa Anda ke pilihan OS pada saat start komputer. Kedua, jadikan Linux sebagai default OS Anda. Walaupun Anda masih menggunakan OS lama, dan data-data masih ada di “My Documents”, Anda tak perlu khawatir karena Linux bisa membaca, memodifikasi dan menyimpan file di Folder tersebut. Sebaliknya, jika Anda sedang berada di sistem OS Proprietary, secara umum Anda tidak dapat membaca file-file di OS non-propretiary (Linux dan Free & Open Source software lainnya).
Dengan demikian Anda akan terbiasa dengan Linux. Bolehlah, sekali-kali kembali ke OS yang lama (yang masih ada) jika ada beberapa aplikasi yang masih Anda perlukan. Tidak ada yang perlu disesalkan, karena tidak ada sesuatu yang terjadi secara instant, semua membutuhkan waktu dan proses. Dari sana lah kita bisa dewasa dan menentukan sikap.
Mengikis dan Membuat Kebiasaan
Cara berikutnya adalah mengikis keterbiasaan, dan membuat kebiasaan baru. Biasakan mencari solusi di Linux, jangan putus asa dan mencari jawaban mudah di OS lainnya. Anda perlu membaca banyak buku, dokumentasi, internet, file, bertanya ke komunitas Linux, ke pakar, ke teman, ke konsultan, ke dosen dan seterusnya.
Linux di dukung oleh banyak orang dan banyak komunitas. Linux memang berasal dari “rakyat”. Keberadaanya disokong oleh orang-orang independen, anti-kapitalisme, anti monopoli, tidak suka dengan paksaan, tekanan dan ingin bebas merdeka. Free as in Freedom. Open Source as in Open mind. Ibarat kata, Anda memilih Che Guevara dan atau Tan Malaka yang berjuang di tengah-tengah rakyat dan “anti kemapanan”. atau laiknya tokoh-tokoh reformasi yang menentang rejim Orde Baru di masa pergolakan reformasi dan pra-reformasi lebih dari sepuluh tahun yang lalu. atau bahkan kesewenang-wenangan penguasa negeri “Paman Sam” yang merasa paman dari setiap negara di Dunia. Oke, cukup berbicara politis, saya akan ketengahkan pengalaman saya dengan Linux, sesuai pernyataan saya di awal tulisan ini.
Dua Insan dan Dual Boot
Beberapa tahun yang lalu, saya sempat menghuni kamar 3 x 4 di bilangan Kober, Margonda Depok. Status: Anak Kost, walau saya bukan mahasiswa lagi. Beraktivitas di salah satu lembaga pendidikan sekaligus IT Solution yang cukup terkenal dengan Linuxnya, tetap memaksa saya menghemat biaya hidup dan ongkos dengan menyewa kamar kost-an. Tidak cukup itu saja, demi penghematan, satu kamar saya untuk berdua dengan seorang sahabat yang dahulu sama-sama aktif di kampus Universitas Indonesia.
Sobat saya ini juga bekerja di sebuah perusahaan Telekomunikasi terkenal. Kebetulan, kami memiliki persamaan dan perbedaan yang merupaka informasi penting untuk saya kemukakan pada tulisan ini. Persamaan kami adalah masuk di entry level perusahaan, tanpa pengalaman kerja dan di kantor menggunakan PC. Sedangkan perbedaannya, Kantor saya memakai Linux sebagai sistem operasinya, sedangkan kantor teman berbagi kamar saya kebetulan memakai sistem operasi proprietary yang lazim digunakan. Efeknya, saya mau dan siap untuk memakai Linux, dan dia, jangankan mau pakai Linux, namanya saja baru sekilas “terngiang” di telinga. Dia belum tahu apa dan seperti apa Linux itu, hanya mengaku pernah melihat si Penguin (logo Linux) sekilas di beberapa laptop yang dipakai secara personal oleh teman-teman kantornya. Kebetulan yang kedua, di kamar kost, kami memakai satu buah PC dengan spesifikasi saat itu motherboard punya teman saya, sedangkan komponen perangkat keras sisanya punya saya pribadi.
Ketika di-install sistem operasi Linux di komputer kami di kamar kost (dual boot dengan sistem operasi lain yang lazim kami pakai) dia cukup surprise dengan tampilan yang “berbeda”. Lebih surprise lagi melihat saya dengan entengnya memakai aplikasi perkantoran Open Source yang ternyata hampir sama dengan yang biasa dia pakai. Belum selesai rasa kagetnya, muncul rasa herannya ketika dijelaskan kalau ini adalah Free dan Open Source. Tentunya saya menjelaskan juga artinya.
Lantas teman saya ini bertanya, “Mengapa di perkantoran tidak pakai software seperti ini? Toh selain sama saja, lebih hemat biaya.” Menurut dia, paling tidak hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk menyesuaikan diri. Yang dipakai kan cuma aplikasi perkantoran. Sisanya, untuk mampu menggunakan Linux tidak perlu belajar detil. Kalau ada masalah hardware dan troubleshooting tinggal panggil bagian IT atau helpdesk. Saya setuju dengan pendapat ini. Andaikata perusahaan-perusahaan tidak mau memakai Linux hanya dengan alasan susah dipakai, itu alasan yang kurang masuk akal. Perusahaan punya IT Staff . Urusan Aplikasi Perkantoran, tidak berbeda dengan software biasa. Masalah sistem, setup server, konfigurasi, hardware dan troubleshooting itu sudah ada bagiannya, bagian IT Department. User (apalagi staf Frontliner) tinggal menggunakan saja. Yang penting selama penggunaan akan terbebas berbagai masalah, semisal lisensi, virus, spam, trojan, bahkan hang dan crash. Lambat laun, karena ada keterpaksaan, ada kebiasaan, maka akan terbiasa. Setelah itu, akan menjadi mudah.
Hal yang sama kami lakukan. Pertama dipaksa memakai Linux (dual boot, default Linux). Keterbiasaan (sedapat mungkin memakai Linux), maka akan ada kemudahan (walau tetap sulit, tidak 100% jadi mudah, ya relatif lambat laun jadi semakin mudah dan familiar dengan Linux).
Ngoprek dan Update Pengetahuan Linux
Selain menginstalasi dan memakai Linux seoptimal mungkin, perlu juga kita selalu meng-update pengetahuan. Dunia komputer berkembang cepat. Teknologi yang memudahkan juga berkembang pesat. Linux perlahan namun pasti menjadi pilihan banyak pengguna komputer. Di dunia, perkembangan Linux sangat signifikan dibanding perkembangan OS lainnya, walaupun masih dalam keluarga yang sama, yaitu keluarga UNIX.
Update pengetahuan dapat dilaksanakan dengan cara ngoprek (mencoba-coba berbagai software dan konfigurasi di komputer) Linux, mengikuti perkembangannya dengan cara bergabung di milis, komunitas, dan membaca dokumentasi di internet dan di media cetak sangat membantu dalam memahami Sistem Operasi ini. Jadi, mempelajari Linux semakin mudah.
Kesimpulannya, pertanyaan (atau pernyataan) yang disebut di awal tulisan ini sudah tidak relevan lagi. Silakan Anda coba tips ini, karena tidak ada yang meragukan solusi Linux di Dunia IT, hanya banyak yang ragu apakah dirinya bisa memakai Linux. Itu saja.
[Tulisan president UC, dimuat di Media Depok, No.006/Thn.I/April 2007]