Pagi ini saya naik KRL lagi.. sudah lama hampir dua bulan tak mengelus-elus pegangan kereta, sudah lama tak menaruh tas didada hehehe..
Nah pas KRL mau jalan, banyak yang menawarkan secarik kertas fotokopian. Ternyata fotokopi jadwal KRL yang baru. Wah, ada perubahan jadwal sepertinya. Dijual Rp 500. Lumayanlah untuk si penjual biar receh yang penting ikhlas ya nggak. Sayang sekali saya waktu tadi tak berminat karena jarang menggunakan transportasi ini setelah berjibaku bertahun-tahun jaman kuliah dulu. Jadinya tak bisa saya tampilkan di artikel ini. Maaf ya pembaca.
Setelah KRL berjalan, ternyata di setiap stasiun ada spanduk dari PT KAI Commuter which is perusahaannya KRL jabodetabek. Ditulsi disana “Single Operation”. Wah apa tuh? Ada penjelasannya bahwa, MULAI 1 APRIL, KRL menggunakan sistem single operation (operasi tunggal bahasa indonesianya sepertinya) dimana SEMUA KRL berhenti DISETIAP STASIUN! Dan tak ada lagi KRL yang ngetem menunggu didahului oleh KRL Lain (sudah pada tau ya, KRL Pakuan yang “ekspress”).
Ini terobosan lagi dari KAI Commuter. Mungkin sudah nyadar kalau tiap kali KRL Ekonomi ngetem di Sta Depok lama dan Pasar Minggu misalnya, puanasss abis, keringetan dan KAI memakan banyak umpatan dan dosa hehe..
Yang jadi persoalan, saya belum tahu, nasib KRL Pakuan AC.. Apa jadi Ekonomi AC ya? Tentu kabar baiknya, semua KRL pasti bisa turun di Gambir (untuk keluar kota) namun dari sisi waktu, akan jadi lambat. Well tapi sama aja juga sih, nunggu lama di stasiun juga melambatkan waktu hanya demi KRL Pakuan yang turun di Gambir misalnya.
Nah, yang ditunggu-tunggu tentu dari sisi mekanisme harga. Apakah ada kenaikan harga untuk KRL “biasa” dan atau penurunan harga untuk KRL “Ekspress”? Kita tunggu tanggal mainnya…
—-
Setelah cari-cari info, ternyata ada Pernyataan Sikap dari paguyuban penumpang KRL nih.. silakan dibaca :
Pernyataan Sikap KRL Mania terkait Perubahan Sistem Perjalanan KRL Jabodetabek.
Kepada Yth.
· Direktur Operasi PT. Kereta Api (Persero)
· Direktur Operasi PT. Kereta Api Commuter Jabodetabek
· Corporate Secretary PT. Kereta Api Commuter Jabodetabek
· Kepala Humas Daop I Jakarta
Salinan:
· Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementrian Perhubungan RI
· Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)
· Institut Studi Transportasi (INSTRAN)
· Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)\
· Media Massa Cetak
· Media Massa Online
Menanggapi adanya informasi terkait dengan kebijakan PT. Kereta Api (PT KA) dan
PT. Kereta Api Commuter Jabodetabek (PT KCJ) untuk melakukan perubahan Sistem
perjalanan KRL Jabodetabek dan perubahan tarif KRL per 1 April 2011, KRL Mania
sebagai forum komunikasi pengguna KRL Jabodetabek, menyatakan sikap sebagai
berikut:
1. Sangat mempertanyakan efektifitas kebijakan ‘penghapusan KRL ekspres’
atau ‘semua KRL Ekspres berhenti di tiap stasiun’ terhadap peran serta operator
sebagai pelaksana transportasi publik dalam mengurangi kemacetan jalan raya.
Sebagian besar konsumen yang menggunakan KRL Ekspres (Depok, Bogor , Bekasi,
Serpong) dengan pertimbangan kenyamanan dan kecepatan waktu tempuh. Kalau dua
hal tersebut sudah tidak ditemukan lagi di KRL Ekspres, amat dikuatirkan
sebagian besar dari mereka beralih ke moda angkutan lain (bus atau kendaraan
pribadi). Dan itu artinya secara langsung atau tidak, PT KA/KCJ telah memberikan
kontribusi terhadap kemacetan jalan raya. Pengguna KRL Ekspres saat ini semakin
meningkat, hal ini bisa dilihat dari jumlah penumpang KRL Ekspres di setiap
jadwal perjalanan KRL yang selalu penuh.
2. Amat dipahami bahwa jika operator mengacu pada angkutan massal komuter
berbasis rel di negara maju atau tetangga ( Singapura , Malaysia , Thailand atau
Korea ) tidak ada kelas kereta yang artinya tidak ada operasi susul menyusul.
Tetapi alangkah lebih bijak jika operator tidak membandingkannya secara parsial,
tetapi dilihat secara utuh. Misalnya: apakah headway (jadwal keberangkatan) KRL
kita sudah sedemikian padat seperti mereka, apakah jumlah armada KRL kita sudah
bisa dibilang cukup untuk memenuhi perjalanann (minimal) saat jam sibuk, dan
lebih penting lagi apakah prasarana kita (rel layang atau underpass) –secara
jumlah– sudah cukup agar bisa memenuhi headway tersebut. Apakah masih
memungkinkan kita bicara headway perlima menit tetapi persimpangan jalan raya
masih begitu banyak. Harusnya hal-hal tersebut di atas dipenuhi terlebih dahulu
dan menjadi prasyarat mutlak sebelum dilakukan kebijakan “single operation” agar
kereta benar-benar menjadi angkutan yang layak dan manusiawi.
3. Mempertanyakan dasar perubahan tarif yang secara jargon dikenal sebagai
“single operation” tetapi pada kenyataannya tetap ada 3 kelas kereta, yaitu KRL
Ekonomi, KRL Ekonomi AC dan ‘KRL Ekspres yang berhenti di tiap stasiun’. Untuk
Kelas KRL yang ketiga (KRL Ekspres yang berhenti di tiap stasiun) inipun, belum
jelas terlihat maksud dan tujuan operator. Apakah tetap sebagai KRL Ekpres atau
KRL Ekonomi AC, KRL AC Komersial atau KRL Commuter Line. Terlepas dari apapun
penamaan jenis KRL oleh operator, secara kasat mata kami melihat perubahan itu
sebagai penurunan kualitas pelayanan dari kelas Ekspres menjadi kelas Ekonomi
AC. Jika kebijakan perubahan rute tersebut sudah mempertimbangkan 2 poin di atas
(angka 1 dan 2), maka konsekuensi logis yang harus diambil operator adalah
menyamakan tarif KRL Ekspres (atau AC Komersial) dengan tarif Ekonomi AC.
Jika perubahan rute tersebut di atas (berdasarkan asumsi kami) dengan
pertimbangan agar angkutan massal bisa dinikmati secara luas oleh semua lapisan
masyarakat sepanjang jalur rel, maka amat tidak adil jika operator menerapkan
tarif berbeda sementara pelayanannya tetap sama.
4. Menuntut diadakannya sosialisasi yang mendetail mengenai teknis
pelaksanaan “single operation” yang rencananya akan diterapkan per tanggal 1
April 2011. Adapun sosialisasi yang wajib diberikan oleh operator KRL
sekurang-kurangnya meliputi:
a.. Pola perjalanan KRL yang baru (single operation).
b.. Tarif tiket KRL untuk setiap kelas dan perjalanan
c.. Tata cara perpindahan perjalanan KRL, serta
d.. Daftar tanya-jawab yang akan muncul selama penerapan pola perjalanan KRL
yang baru (Frequently Asked Question / FAQ)
e.. Jika sosialisasi ini tidak kunjung diberikan secara lengkap, operator
harus memundurkan jadwal penerapan “single operation” KRL untuk semua
perjalanan.
5. Menyayangkan sikap operator KRL yang terkesan tertutup terhadap para
pengguna jasa KRL dimana hal ini terlihat dari minimnya sosialisasi massal serta
tidak adanya respon terhadap semua pertanyaan dan hak publik untuk mendapatkan
informasi yang benar dan jelas terhadap layanan jasa KRL Jabodetabek.
Hormat Kami,
Nurcahyo,
Komunitas KRL Mania
(Forum Komunikasi Pengguna KRL Jabodetabek)
sumber : www.krlmania.com
Ternyata Single Operation dibatalkan
http://www.investor.co.id/home/pt-kai-batal-berlakukan-krl-single-operation/8809
iya.. parah ni KAI 🙁 kebijakan mendadak ada, mendadak batal dst.. ga blajar manajemen kali hahaha
Kau sering naik KRL
sementara aku hanya mencobanya sekali salam hidupku ini 😀
cuma sekali aja naik krl, selebihnya krd.
Kagak bisa ngebut lagi dah.. Mana harganya dinaekin lagi –“
UPDATE!!
Akhirnya Harga KRL yang AC jadi sama, yaitu Rp 7000 (dulu Ekon AC Rp 5500 dan AC Pakuan 11000)
tapi selama ini blum mendapatkan kereta ekonomi ngetem lama di stasiun… tapi nunggu lama aja datangnya dari stasiun pertama hehehe 😀
wah beruntung tuh hehe.. yg parah kalau “ngetem” nya nanggung. Masuk stasiun kagak jalan juga kagak. Kalau di stasiun kan penumpang ada pilihan buat cabut n ganti ngangkot 🙂