Pendahuluan : Puzzle
Kaum Muda Bicara Indonesia. Itulah tema kompetisi blog menyambut Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2014 ini. Tepat kiranya, saya membaca sebuah inspirasi dari situs blog Darwin Zahedy Saleh, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang ternyata memiliki banyak ide dalam “berbicara tentang Indonesia”. Berkenaan dengan tema terkait Inspirasi khususnya mengenai Dhuafa dalam Perekonomian Indonesia dan artikel di laman “Transformasi Keunggulan SDA ke keunggulan SDM” dan laman “Titik Cerah dalam Transformasi
SDM Kita” yang mengupas berita-berita misalnya ditulis bahwa “keseluruhan peran sektor ESDM memiliki satu muara tujuan yaitu meng-conversi keunggulan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia yaitu SDA energi dan mineral yang dikenal sebagai comparative advantage yang merupakan keunggulan “sementara” menjadi keunggulan yang bersifat kualitas (competitive advantage)”. Saya dalam hal ini sangat sependapat.
Tapi meminjam istilah Pak Darwin, dimana “titik cerah” itu? Dan how? Pendidikan? Oke. Lalu, mapping keunggulan SDM seperti apa kira-kira yang akan menjadi suplai besar bangsa ini di era Komunitas ASEAN 2015 nanti? Bagaimana memulainya? Jika melihat penduduk miskin perkotaan dan pedesaan, sebagaimana indeks yang disusun Badan Pusat Statistik (BPS) dimana perdesaan (rural) per-Maret 2013 memiliki penduduk miskin sebesar 14,32%, jumlah yang hampir dua kali lipat penduduk miskin perkotaan (urban) yaitu 8,39 %.
Jika merujuk ke statistik diatas, jika memang pendidikan adalah untuk mengentaskan kemiskinan, tentu desa-lah yang menjadi prioritas pendidikan! Seperti apa respons pemerintah dan masyarakat desa?
Jawaban-jawaban economic puzzle ini menurut saya terkait dengan seberapa mau kita membangun “peradaban desa” bukan lagi berkutat di lingkungan perkotaan sebagaimana yang salah kaprah terjadi. Sebab faktanya, Sumberdaya Alam itu jarang sekali menjadi “domain” perkotaan tapi di kabupaten dan desa-desa sebagai struktur hirarkis terbawah sekaligus “pemilik sah” sumber daya alam yang ada.
Jadi, saya ingin menuliskan artikel singkat yang memaparkan sedikit pengetahuan penulis terhadap program internet masuk desa di Malaysia dan perkembangan desa membangun di Indonesia secara deskriptif—terbatas tetapi tetap konstruktif. Hal ini penting, karena menurut saya, membangun Indonesia dari desa, adalah langkah yang terbaik, seperti yang dilakukan Malaysia, negeri jiran tetangga lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Karena kita berbicara regionalisasi ASEAN dalam konteks “ketar-ketir” ekonomi bersama negara-negara ASEAN pasca 2015 nanti, juga percaya diri-nya Indonesia sebagai “pemimpin ASEAN” dan Macan baru di Asia Tenggara, tentu aset SDM antar negara menjadi tertimbang. Kalau SDM desa sudah mulai mumpuni seperti Malaysia, tentu kita tak mau mengalah bukan?
Internet dan Desa di Malaysia
Malaysia sudah lama memulai program internet masuk desa dengan program PID (Pusat Internet Desa) yaitu sejak tahun 2000. Formalisasi gerakan melalui proyek Pusat Internet Desa (PID) atau Rural Internet Centre adalah salah satu program pemerintah Malaysia yang membangun basis telecentre yg ada di sejak bulan April 2003 oleh Kementerian Tenaga, Air dan Komunikasi Malaysia (KTAK).
Terdapat 42 PID diseluruh negara dan disetiap PID dikelola oleh 2 orang yaitu “penyelia” (supervisor) dan penolong penyelia (asisten supervisor). PID ini adalah salah satu inisiatif Pemerintah Malaysia dalam rangka mencapai lima tujuan yaitu menjembatani digital gap antara perkotaan dan perdesaan bridging digital divide between rural and urban), menciptakan kesadaran pembangunan TIK (create awareness of ICT development), melatih masyarakat pedesaan (training the rural community), meningkatkan akses kepada aplikasi TIK (increase the access to technology and the internet application), dan menciptakan kelompok relawan yang mendukung keberlanjutan program TIK (create a group of committee volunteers to support a sustainable ICT program. (ITU, 2010).
Lazimnya, PID tersebut terletak berdekatan dengan kantor balai desa dan memiliki sekitar 5-7 komputer, sebuah printer dan sudah tersambung ke Internet. Di tahun 2008, PID memperoleh penambahan infrastruktur yaitu mesin faks, LCD Proyektor dan juga Webcam. Serta peralatan Wireless dari KTAK.
Program-program yang dilaksanakan PID antara lain berbagai pelatihan seperti Internet, Dasar-dasar TIK, Pembuatan Web dan pelatihan blog. Juga menyediakan pelayanan service komputer untuk masyarakat setempat.
Aktivitas di luar TIK adalah misalnya “Hari PID” dimana masyarakat bersama PID membuat berbagai Workshop dan Seminar umum untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat tentang TIK (E-literasi atau Melek IT). Badan Usaha yang ditunjuk untuk mengelola program PID adalah Warisan Global Sdn Bhd. Situs desa antara lain http://www.e-desa.net.my/ dan situs PID di http://www.pid.net.my
Internet dan Desa di Indonesia
Sepuluh tahun kemudian, Indonesia baru memulai secara swadaya dengan program Desa Membangun yang dipelopori melalui inisiatif gerakan “Desa Membangun” yang dapat dilihat pada situs resmi www.desamembangun.or.id pada tahun 2013. Gerakan ini dipelopori oleh beberapa Desa di Indonesia yang dimulai sejak 24 Desember 2011 di Desa Melung, Kedungbanteng, Banyumas dengan perwakilan Desa Mandalamekar, Jatiwaras, Kabupaten Tasikmalaya yang hadir pada “Lokakarya Desa Membangun” yang di inisiasi oleh Pemerintah Desa Melung. Disana, tukar-pikiran terjadi dan lahirlah gerakan yang disebut Gerakan Desa Membangun (GDM).
Gerakan ini menegaskan kembali perlunya desa-desa untuk maju dan mandiri sebagaimana fungsinya terdahulu sebagai pusat ekonomi masyarakat. Suatu masa, desa menjadi lembaga “governan” yang otonom dan menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Struktur pemerintahan desa, lengkap dengan berbagai komponen pembantu Kepala Desa (bahasa sekarang; perangkat desa) menjalani pola hubungan simetrikal yang mutualis selama berabad-abad.
Selain itu, UU Desa yang disahkan pada tanggal 18 Desember 2013 yang lalu juga menegaskan adanya alokasi dana untuk pengembangan desa dari APBD dan dana dari pusat melalui dana alokasi desa yang tersedia sebesar 42 trilyun dari 10% dana “on top” dari APBN (sesuai pasal 72) yang jika dibagi rata kepada 72.000 desa yang ada, maka mendapatkan sekitar 600 juta rupiah per-desa. Jumlah yang diharapkan cukup untuk gaji perangkat desa dan meningkatkan profesionalisme pelayanan hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat desa bersangkutan melalui berbagai program-program kerja desa.
Tantangan
Tantangan dalam penerapan internet di dunia perdesaan ada dua, yang pertama adalah akses. Walaupun pada 2013, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 74,57 juta, naik 22% dari 62 juta di tahun 2012 (MarkPlus Insight, 2013) akan tetapi persebarannya masih terkonsentrasi di kota-kota besar dengan penetrasi mencapai 57% (APJII, 2012). Hal ini disebabkan minimnya infrastruktur TIK di kawasan perdesaan. Pusat TIK di desa hampir tidak ada. Bantuan komputer dan sejenisnya yang seringkali menjadi program pemerintah pusat pun tak disertai SDM yang memadai sehingga teronggok tak berguna di sudut-sudut Balai Desa.
Sampai dengan Desember 2013, Kementerian Kominfo menurut laporan akhir tahun 2013 telah membangun sebanyak 32.208 SSL untuk desa di wilayah non komersial yang dilayani akses telekomunikasi atau dari sejumlah 33.184 desa (dari total 72.800 desa di Indonesia). Juga telah dibangun sebanyak 1.857 Mobile-Pusat Layanan Internet Kecamatan (M-PLIK), sebanyak 5.956 Pembangunan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan sebanyak 1.222 PLIK di pusat-pusat atau sentra produktif.
Tantangannya tentu keberlanjutan. Kesenjangan digital masih tetap lebar antara desa-kota di Indonesia. Kota-kota mungkin sudah sangat familiar dengan TIK dan menyelaraskan prikehidupan sehari-hari berbasis TIK sehingga lebih efektif, efisien dan produktif. Namun tidak dengan desa. Problem ini sebenarnya sama dengan negara lain, akan tetapi penanganannya di Indonesia sungguh lambat dan terkesan tak ada upaya yang konkret selain kirim-mengirim komputer yang tak dimanfaatkan tersebut.
Program pemberdayaan TIK misalnya, masih seputar perkotaan dengan sebagai contoh, program Community Access Point (CAP) daan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) yang berbasis di kecamatan lebih banyak berada di kota-kota saja dan rentan penyalahgunaan dan atau malah tidak digunakan apabila tak diawasi oleh, misalnya, Relawan TIK. Kerelawanan TIK yang turun ke desa mungkin salah satu yang bisa menjembatani (bridging) kesenjangan (gap) dalam pengembangan masyarakat perdesaan secara bersinergi dan menghasilkan transfer pengetahuan (knowledge) dan transfer keterampilan (skill) bagi SDM lokal.
Kedua, adalah mengenai penggunaan. Kegiatan yang dilaksanakan oleh para aktivis Desa Membangun mendapat sambutan yang baik dari masyarakat maupun dunia internasional. Banyak desa yang kemudian mempunyai laman web dengan domain resmi desa.id, sebuah perjuangan yang membuahkan hasil. Beberapa desa sudah mulai melakukan e-voting pemilihan kepala desa yang sangat efisien dan tak boros uang. Beberapa menggunakan internet utk perekonomian.


Keberadaan website desa (desa.id) ini juga mengalami pertumbuhan yang fantastis. Pada November 2013, menurut salah seorang pelopor Gerakan Desa Membangun melalui website GDM, jumlah web desa hampir mencapai angka seribu. Walaupun untuk koneksi masih banyak yang tidak lancar sehingga melakukan berbagai upaya sampai harus pergi ke berbagai titik terdekat bahkan ke kota terdekat untuk mengunggah konten desa mereka yang bermanfaat.

Sintesa SDA dan SDM
Memang masalah di Desa juga tak sedikit. Internetisasi desa pun bukan panacea dari itu semua. Namun, dari hal ini lah kita bisa bersama membangun Internet di Desa secara masif dan sporadis untuk pembangunan perdesaan dengan aktivitas yang “sehat” dan “aman” serta produktif sesuai dengan fungsinya. Agar tak melulu tertinggal. Agar SDM Desa melek teknologi untuk pemanfaatan berbagai aplikasi sosial ekonomi perdesaan. Apalagi dengan negara “tetangga” yang notabene akan menjadi “saingan” dominasi SDM terampil di era ASEAN pada tahun 2015 nanti.
Kita harus yakin, program pemberdayaan SDM Desa menjadi salah satu langkah strategis untuk membangun desa. Sebagai sebuah “sintesis” saya melihat Sumberdaya Alam yang notabene berada pada banyak desa (Rural) di Indonesia, bukan kota (Urban) menjadikan sumberdaya lokal harus bisa menjadi pakar dan profesional dalam pengelolaan SDA tersebut. Jika ada tambang, penambang lokal mesti mayoritas dan dominan. Kalau perlu semuanya terkecuali “staf ahli” dan manajemen puncak. Jika persawahan dan ladang perkebunan, tiap penduduk memiliki lahan, bukan sebagai buruh tani dan kebun tapi memang petani dan peladang.
Jadi Internet menjadi penjembatan dalam rangka transformasi pengetahuan dan keterampilan yang dipergunakan sebesar-besarnya secara positif untuk masyarakat desa itu sendiri. Cara pandang ini sudah digunakan, paling tidak, oleh Malaysia dan sudah menggurita menjadi kapital yang sangat berguna. Pun mestinya di Indonesia.
Akhirnya, nilai transformasi SDM pada mesti berujung ke kesejahteraan. Mungkin untuk desa, Dia adalah sintesa bukan hanya “berpindah” dari mengandalkan alam menjadi mengandalkan keterampilan. Perlu keterampilan untuk menjaga alam berkelanjutan (sustainable) sekaligus menerapkan cara pandang ekosentrisme dalam pemanfaatan (teknologi informasi) nya untuk kemakmuran rakyat (desa). Sebab, apakah alam mesti kita abandoned dan lupakan, karena sudah happy dengan keahlian melek teknologi, padahal justru disana kita dianugerahi oleh Illahi untuk kelola? [ ]
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari www.darwinsaleh.com. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”.
Referensi
Bisnis.com. Menkominfo Resmikan Desa Informasi di Deli Serdang. Tersedia di http://m.bisnis.com/industri/read/20131214/105/192360/menkominfo-resmikan-desa-informasi-di-deli-serdang Diakses 30 Januari 2013 Pukul 20:00 WIB
Darwinsaleh.com. Transformasi Keunggulan SDA ke Keunggulan SDM. Tersedia di http://darwinsaleh.com/?page_id=1751 Diakses 25 Januari 2014 Pukul 14:00 WIB
Darwinsaleh.com. Dhuafa dalam Perekonomian Indonesia. Tersedia di http://darwinsaleh.com/?page_id=103 Diakses 25 Januari 2014 Pukul 15:00 WIB
Darwinsaleh.com. Titik Cerah dalam Transformasi SDM Kita. Tersedia di http://darwinsaleh.com/?page_id=838 Diakses 27 Januari 2014 Pukul 21:00 WIB
Gerakan Desa Membangun. 2013. Siapa Kami. Tersedia di http://desamembangun.or.id/siapa-kami/ Diakses 11 Januari 2014 Pukul 22:00
International Telecom Union. 2011. Rural Internet Centre. Tersedia di http://www.itu.int/ITU-D/asp/CMS/Events/2010/ITU-ADB/Malaysia/PID_Tanjong_Malim.pdf Diakses 15 Januari 2014 pukul 22:16 WIB
Kantor Berita Antara. 2013. Menurut BPS, Penduduk Miskin Indonesia 28,07 Juta Jiwa. Tersedia di http://www.antaranews.com/berita/382994/menurut-bps-penduduk-miskin-indonesia-2807-juta-jiwa Diakses 29 Januari 2013 Pukul 15:20 WIB
Telecentre.Org. Pusat Internet Desa (Rural Internet Centre/Telecentre) in Malaysia. Tersedia di http://community.telecentre.org/profiles/blogs/2086278:BlogPost:6446 Diakses 15 Januari 2014 Pukul 21:00
semoga program ini semakin maju jadi Indonesia tidak kalah sama malaysia
Memang masih banyak hal yang harus diperbaiki, diperjuangkan dan dipertahankan. Butuh kerjasama dan sinergi berbagai pihak. Atas nama Desa-desa yang sudah merdeka dengan domain desa.id, kami berterimakasih atas ulasan ini.
Semoga makin banyak pihak yang peduli dengan Desa, dan makin banyak Desa yang mampu membangun dirinya tanpa menunggu segalanya serba ada dan serba mudah.
tulisan yang bagus …
tapi saya selalu menangkap banyak orang menganggap bahwa bangsa kita ini SDM nya kurang…. di untungkan karena kekayaan alam yang melimpah saja.
padahal tidak sepenuhnya betul… Sebagai orang lahir di desa, saya pahami betul di setiap desa itu ada culture, system bertahan hidup dan pengaturan organisasi yang sangat baguss….
cuma yg terlihat cacat saat ini adalah…. evolusi sistem nasional yang parah, misal sistem penegakan hukum, lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan… banyak.
sejarah banyak mencatat yaaa…. pergerakan perbaikan SDM itu dihadapkan masalah besar pada sistem birokrasi …jadi lebih baik pak menteri fokus perbaiki sistem pelayanan birokrasi dulu…
Yup.. sistem bertahan hidup (sistem penghidupan/livelihood system).. ini mest menjadi aspek kearifan lokal yang penting.. ini ada ditulisanku berikutnya dengan tema yang sama yaitu disini :
http://www.unggulcenter.org/2014/01/31/membangun-dari-desa-transformasi-desa-jaman-baru/
ah, mas heruumama ikutan juga ternyata lomba blog ini, asyik..mantap mas, sepakat dengan pendapat mas, bahwa sintesa diperlukan mensinergikan SDA dan SDM. Sekarang sih udah banyak internet masuk desa, tapi jika tidak dimaintainance dengan baik kuatirnya malah terbengkalai dan kurang bisa dioptimalkan fungsi-fungsinya. Memang kemampuan/skill masyarakat di desa sangat penting, kan sayang udah mahal2 bikin internet di desa tapi tidak optimal penggunaannya 🙂 mampir mas, aku juga ada 3 artikel yg ikut 🙂 ditnggu masukannya di blog ku
wah saya bukan Heru Umam hehe.. heruumam blogger bekasi 😀 😀