Dua Hal Penting
Innovate or Die!. Menyeramkan, bukan? Dua hal yang sangat ekstrim apakah kita ber-Inovasi atau mati, sebab yang tak berubah hanyalah perubahan. Begitu adanya. Lalu, ketika hendak memilih, apakah pilihan ‘mati’ ada pada tangan Anda? Tentu tak mau. Kalau begitu, kita harus berinovasi.
Nah, Ada dua hal penting terkait inovasi. Pertama, berbicara inovasi tentu tak hanya di bidang teknologi (wabil khusus teknologi informasi dan komunikasi) namun juga di berbagai lini-bidang. Inovasi distribusi, inovasi pemasaran, inovasi kurikulum dan seterusnya adalah hal-hal yang kadang terlupakan namun cukup signifikan bagaimana inovasi itu ‘bermanfaat’ dalam arti mengandung nilai ekonomis tinggi dan bermanfaat dan mensejahterakan.
Sebab inovasi berarti adanya kemudahan, simplifikasi, pengenaan atribut teknologi kepada sebuah sistem atau produk yang meningkat kadar ketergunaannya, termasuk kita lihat dari sisi efektivitas dan efisiensi. Contoh, media online dalam memasarkan produk, pengembangan distribusi dengan lebih cepat dan lebih baik ke pasar sehingga inovasi misalnya, tak hanya berbicara peningkatan skala Panen dari satu kali setahun sepuluh ton menjadi tiga kali setahun perpanennya tiga puluh ton, tapi alur distribusi masih berantakan, tak berujung ‘kemandirian’ toh?
Hal penting kedua, berbicara inovasi tak hanya mengenai make something new. Tapi lebih ‘luhur’ daripada itu. Yakni tentang kebebasan dan kemandirian. Sesuai dengan tema artikel ini, inovasi karya anak bangsa untuk kemandirian nasional. Hmm, agak ‘berat’ sebenarnya kalimat ini. Tapi saya akan jelaskan seringan mungkin, yang siapa tahu, Anda, yang membaca bisa tergugah hanya setelah membaca artikel ini (agak lebay hehe..).
Inovasi
Baik, tiga kata kuncinya adalah inovasi, karya anak bangsa, dan kemandirian (nasional). Saya akan mulai dari inovasi. Ada hal menarik ketika pada suatu kesempatan, saya berkesempatan hadir disebuah acara pekan teknologi di salah satu kampus swasta di Jakarta. Pada saat itu, keynote speaker yang merupakan direktur eksekutif Business Inovation Center memberikan keyword penting yaitu ide, invensi, dan inovasi. Anda bisa baca bedanya dengan mengklik masing-masing kata yang saya berikan hyperlink. Simpel bukan?
Jelas, inovasi merupakan evolusi selanjutnya dari sebuah invensi (penemuan baru) dan semuanya memang, berakar dari adanya ‘ide’. Inovasi bisnis terkait erat dengan ekonomi. Tak hanya negara maju, negara berkembang dan terbelakang pun memiliki nilai yang berbeda dalam bentuk invensi dan inovasi. Hal ini jelas, berimbas kepada kapasitas perekonomian bangsa. Masalah bangsa, akan dijelaskan di beberapa paragraf kedepan.
Dalam fokus IT, banyak contoh bagaimana inovasi teknologi (baca :ICT) membawa evolusi baru di dunia bisnis dan pada akhirnya menciptakan kultur baru dan gerakan ekonomi yang berbasis digital (digital economy). Berbagai inovasi teknologi ini tak hanya milik inovator-inovator dari luar negeri, tapi juga banyak yang merupakan karya anak bangsa. Anak-anak muda generasi baru yang saya sebut “anak negeri”. Mereka mengkreasi berbagai tools, peranti lunak, jejaring sosial, aplikasi web, aplikasi untuk gadget, yang dibutuhkan oleh adik-adik mereka, digital native yang pada saat ini kanak-kanak dan remaja.
Anak Negeri
Sebuah obyek membutuhkan subyek. Panjang lebar berbicara inovasi tak akan berjalan tanpa sumberdaya manusianya. SDM disini bukan yang mumpuni, tapi yang berani. Banyak professor, pejabat dan birokrat tapi miskin inovasi. Inovasi hadir dari keringat dan pemikiran anak-anak muda negeri ini. Dari kampus paling besar. Tak salah bila pengembangan business inovation center, entrepreneurship center, research center di kampus-kampus yang menempa dan mendewasakan pola pikir serta membuat suasana yang kondusif dalam rangka merangsang daya kreativitas mahasiswa.
Pun berbagai event, perlombaan dan festival inovasi teknologi antar kampus dan dari kampus untuk masyarakat umum. Diantaranya mungkin bisa disebut Indonesia Open Source Award, Berbagai Pekan Teknologi di kampus-kampus, dan Computer Festival yang diadakan oleh Fasilkom UI, salah satunya dari sekian banyak model ‘superbowl’ yang menyajikan komunikasi antara inovasi, industri, anak negeri dan produk-produk inovatif hasil karya bangsa. Belum lagi kita hitung ajang “komunikasi-komunitas-kreativitas” seperti Mobile Monday, Obsat, dan Fresh Forum. Sebuah inovasi cara memahami pengetahuan yang begitu flat, langsung, to the point ke banyak penggiat yang sebagian besar anak-anak muda kreatif. Ini patut kita apresiasi sebab bukan tak mungkin, ajang-ajang ini melahirkan banyak anak negeri yang berani bertindak, berinovasi dan maju menjadi kebanggaan negeri.
Inovasi bertemu dengan anak negeri adalah ajang yang tak boleh dianggap enteng. Ajang kreativitas, inovasi dan teknologi kampus semisal Compfest merupakan poin penting pengembangan pola inovatif dan cerdas kreatif. Dan anak negeri ini sungguh cerdas. Tak hanya anak SMP yang bisa membuat anti-virus, mahasiswa yang membuat games, atau para pekerja profesional muda IT yang membuat berbagai mesin analisa traffic, tools pemasaran dan jejaring di internet, ambil contoh, “mesin Saling Silang” salah satunya, dan ramai-ramai berkeyakinan teguh untuk Mandiri dengan membentuk start up company berfondasi inovasi dan idealisme.
Di luar itu, hey, Anda tahu Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) belum? Halah, ngomongin inovasi, kebangkitan teknologi, tapi tak tahu Hakteknas? Nah, sebelum malu, segera cari tanggal hakteknas hehe.. oke, memang bukan tanggal merah sih, tapi saya rasa kita semua perlu tahu hari penting ini loh.
Oya Festival Hakteknas setiap tahun (diselenggarakan Kemristek RI) biasanya juga dimeriahkan dengan ajang pameran teknologi tingkat dunia yang dibuat oleh bangsa. ‘Kompor meleduk’ nya, pastinya, adalah anak-anak muda. Kalau belum pernah tahu dan berkunjung, pastikan untuk datang dan saksikan berbagai inovasi anak bangsa yang tak kalah dengan bangsa asing dan juga sudah mendunia!
Selain yang sifatnya produk eksibisi seperti kategori teknologi non-IT, untuk produk IT buatan anak negeri ini, Anda bisa “test” dengan mengetikkan “software buatan Indonesia” dan kombinasi katanya di mesin pencari. Wow, surprise, banyak juga loh! Jadi, tak langka ‘kan anak-anak muda yang inovatif dan kreatif di negeri yang penduduknya lebih dari dua ratus jiwa ini.
Kemandirian (Bangsa)
Cukuplah menjawab arti kemandirian dengan kalimat legendaris dari Bung Karno, “kita harus menjadi bangsa yang berdikari”. Berdiri diatas kaki sendiri. Itulah kemandirian. Makna yang terbentang tak “seluas” wikipedia, namun didalamnya ada semangat “freedom” sesuatu luhur yang dicita-citakan sejak bangsa ini mencoba berkali-kali untuk merdeka. Yang kesekian kalinya, mungkin, di era reformasi ini, dengan mencoba kembali berdikari, mandiri, dengan mengandalkan ‘darah-darah muda’ dengan jurus penguasaan Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Ya, Teknologi lekat dengan inovasi. Tak ada teknologi baru tanpa inovasi. Sebab ilmuwan selalu berdiri dengan standing on shoulder of giants. Meneruskan, atau bahasa populer di era SBY ini, “lanjutkan”. Jadi, kemandirian bisa dibentuk jika ada kemampuan anak-anak muda negeri ini men-develop sesuatu yang inovatif dan mendapat dukungan implementasinya.
Kalau kata banyak teman, “lupakan pemerintah, kita tak perlu menunggu dukungan itu”, maka komunitas dan pasar-lah yang mendukung. Komunitas untuk test drive, pasar untuk driving all along. Artinya, melakukan inovasi itu terus menerus, didukung komunitas terkait dan memenuhi keinginan pasar dalam negeri. Tak perlu menunggu aksi pemerintah.
Misal, aplikasi-aplikasi IT yang bermanfaat. Just innovate it, find ideas. Mereka (ide) ada dimana-mana dan jadikan inovasi salah satu solusi. Anda pasti tahu Google. Tapi mungkin tak banyak yang tahu, bahwa karyawan google diwajibkan untuk melakukan berbagai inovasi. Anda mungkin kenal produk-produk sukses semisal google chrome (browser), Android (sistem operasi), Picasa (album web) dan seterusnya. Namun suksesnya produk itu adalah sedikit dari ratusan ide dan inovasi yang dilontarkan dan diriset oleh para karyawan google!
Nah, agar ide keluar, suasana di kantor google pun dibuat senyaman mungkin, jadi tak heran, menurut Fortune, Google masuk ke perusahaan nomor 4 (empat) sedunia yang paling diminati untuk bekerja. Mengapa tidak, selain mendapatkan fasilitas unik seperti makanan gratis di kafetaria google, laundry cuma-cuma, banyak hiburan disediakan, termasuk arena panjat dinding dan pegawainya pun bebas ‘berkeliaran’ dengan skateboard. Ini memicu suasana kreatif dan inovatif tadi.
Oke, itu salah satu contoh. Bagi (yang bermental) inovator, selain berusaha mencari ide, juga belajar dari banyak orang. Belajar ngoprek istilahnya. Di dunia IT, tanpa ngoprek, Anda tak mungkin berinovasi. Tak haram juga, justru dianjurkan, bergaul dengan orang-orang yang kreatif dan membaca banyak buku. Yoris Sebastian, misalnya, sang creative guru, GM termuda se-Asia, bisa Anda follow via twitter sekedar untuk memotivasi diri agar kreatif.
Dunia inovasi IT adalah dunia yang paling berkembang. Tak hanya monopoli negara maju yang ekonominya ber-panglima kan inovasi bisnis IT, juga menjadi ajang dan kartu As bagi negara berkembang dan terbelakang untuk bangkit dari keterpurukan. Jadi, kita harus selalu catch up dan meng-update informasi dan pengetahuan. Saat ini, teknologi Open Source menjadi pilihan untuk melakukan inovasi yang mandiri. Artinya, Anda ngoprek dan hasil oprekannya tidak akan bermasalah sebab tak terkendala lisensi dan duitnya tak masuk ke luar negeri (umumnya sih kalau berbicara sistem operasi dan produk berlisensi ya ke Amerika, alias harus ada ‘upeti’ ke Microsoft). Peranti lunak berbasis open source menjadi lahan sangat prestisius untuk Anda ‘oprek’ (baca : inovasi).
Lalu, peran inovasi teknologi seperti apa yang diharapkan mendorong kemandirian? Jelas, saya melihat pengembangan teknologi informasi karya negeri sendiri menjadi salah satu indikatornya. Mengapa demikian? Hmm. Dari sudut pandangan orang awam seperti saya, menggunakan produk sendiri akan membawa kemanfaatan untuk negeri sendiri, tak tergantung dengan luar negeri. So, mandiri lah kita. Ini konsisten dengan pengembangan teknologi yang dikelola oleh bangsa sendiri, tak tergantung pihak luar. Tentu tak baik bukan, capek-capek mendevelop teknologi, tapi bisa ‘dibuka’ oleh pihak asing misalnya. Dimana kemandiriannya kalau begitu?
Satu contoh lagi, agar lebih jelas. Sistem informasi pendidikan di perguruan tinggi misalnya, atau di pemerintahan dan birokrasi. Bayangkan, apa jadinya kalau sistem informasi yang dijalankan sedemikian rupa tersebut rentan dengan ketergantungan. Untuk memodifikasi ini itu, perlu ijin anu itu. Belum lagi forced upgrade yang membuang-buang uang. Jika uang yang sama didana baktikan untuk kepentingan riset dalam negeri, tentu keuntungan menjadi ‘murni’ milik bangsa ini. Mau apapun juga, teknologi itu milik bangsa ini, oleh anak negeri ini. Sulit untuk bermain politisasi disana kalau kita benar-benar “Free as in freedom”.
Kemandirian bukan mainan kata-kata semata, misalnya dikaitkan dengan merger beberapa bank nyaris bangkrut dan dilabeli dengan nama Bank Mandiri hehe.. Kemandirian bukan permainan politik standard ganda, yang bisa berubah-ubah karena ditekan sana-sini oleh pihak asing.
Bukan pula untuk disetir oleh banyak pihak dan tak bebas berekspresi, berinovasi yang bermanfaat untuk masyarakat banyak. Sebab inovasi dan kemandirian adalah mobil sendiri tanpa perlu disetirkan orang lain.
Dia adalah api yang selalu menyala dari sejak negeri besar ini didirikan. Berdaulat. Untuk Berdikari. Demikian bung Karno mengingatkan. Anda setuju, bukan?
Nah, faktanya, bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT) adalah ranah paling ‘seksi’ untuk berkompetisi dan menjadi pemenang di masa depan. There goes the knowledge of future. Kuasai atau tertinggal dan jadi konsumen sejati. Yang ini, Anda sangat setuju, bukan?