Pelatihan Jurnalistik Sensitif Gender
Sangat menarik dan beruntung sekali dapat mengikuti. Demikianlah, antusiasme saya dan beberapa pers kampus, bloggers, media online dan media cetak yang hadir pada kesempatan fasilitasi pelatihan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) beberapa waktu lalu di Harris Hotel & Convention, Summarecon Bekasi, 9-10 November 2017.
Pelatihan yang bernama resmi “Pelatihan PUG, PP dan PA bagi SDM Media di Pusat” ini merupakan pelatihan ini cocok untuk semua jenjang karier media, karena kelas dasar dan menulis bagi insan jurnalistik yang lebih ‘peka’ terhadap pengarusutamaan gender (PUG), Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Perlindungan Anak (PA). Nah, PUG, PP dan PA ini merupakan isu yang dibahas pada pelatihan jurnalistik sensitif gender ini.
Dibagi ke dalam beberapa sesi, pelatihan ini menghadirkan beberapa narasumber, utamanya adalah Ir Agustina Erni, M.Sc selaku deputi bidang Partisipasi Masyarakat KPPA dan H. Kamsul Hasan, Kabid Kompetensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat yang juga dosen hukum di beberapa universitas di ibukota.
Sejak hari pertama, peserta sudah dibuka matanya mengenai beragam kasus dan beragam kejadian yang memilukan dan memerlukan perhatian (dan pemberitaan) dari media. Agar tak terjadi lagi. Misalnya, siapa yang sangka, kondisi anak-anak yang terjerat narkoba melalui beragam metode penjahat yang membuat kita miris. Upaya Kementerian PPPA tak bisa diandalkan begitu saja karena terbatasnya jangkauan dan sumber daya. Untuk itu dibutuhkan bantuan semua pihak, dan dalam hal ini media.
Tak hanya sesi paparan, peserta juga dipandu menganalisis kasus terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dari pemberitaan media. Kemudian mencoba mengali perspektif gender dalam kaitannya dengan kasus yang terjadi dan membuat perencanaan yang cermat untuk menulis, mewawancarai dan seterusnya. Juga pengetahuan mengenai beragam perundang-undangan terkait agar kita sebagai insan media dapat bergerak dengan pas dan tau aturan, serta berpijak ke aturan mana dalam melakukan penulisan berita.
Secara pribadi, saya sebagai pegiat perlindungan anak secara online dan internet cerdas kreatif dan produktif (INCAKAP) dan kebebasan berekspresi di Asia Tenggara (SAFENET) yang sering berurusan dengan UU ITE sangat bangga dan senang mendapatkan pengetahuan dari Pak Kamsul Hasan yang menurut saya sangat fasih soal UU dan celah yang sering terjadi selama ini. Mencerahkan!
Juga sebagai seorang blogger, pelatihan jurnalistik sensitif gender ini membekali saya, UC, sebagaimana media blog saya, menjadi salah satu penulis yang peka dalam memberitakan terkait PUG, PP dan PA di Indonesia. Hal ini akan langsung menjadi aksi, dengan bekal keterampilan awal mengenai analisis media yang kita semua bedah dengan perspektif gender.
Bagaimana kasus-kasus dan informasi yang terkait PUG, PP dan PA dalam pelatihan jurnalistik sensitif gender ini dapat menjadi acuan dalam menulis opini dan informasi pada media masing-masing, dalam hal ini blog The Unggul Center yang merupakan pusat review.
Jadi, kedepannya para ‘alumni’ pelatihan jurnalistik sensitif gender ini akan dikembangkan lagi minatnya melalui pelatihan lanjutan sebagai ‘pengawas’ karena sebenarnya, menurut informasi dari Pak Kamsul, yang saya sangat suka, banyak Undang-undang yang menekankan kepada bagaimana awak media melalukan reportase dan investigasi.
Juga beberapa UU yang menekankan kepada hukuman pidana bagi pelaku kejahatan terhadap perempuan dan anak yang perlu kita pahami sebagai ‘wartawan media’. Sehingga, dalam menulis dan mengawasi, juga mampu memberikan efek tekan dan kontrol sosial terhadap kasus-kasus terkait anak dan perempuan untuk tetap ditindaklanjuti hingga tuntas!
Ya, itulah salah satu poin yang saya tangkap, dan semoga di kesempatan berikutnya dapat mengikuti kembali program tingkat lanjut setelah pelatihan jurnalistik sensitif gender kemarin. Berbekal pemahaman peraturan perundangan dan isu-isu apa yang kita tangkap dari berita media, maka pengawasan masyarakat, media pada khususnya, termasuk blogger sebagai jurnalis masyarakat (citizen journalist) dapat menambah partisipasi dan kontribusi pengarusutamaan gender, Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Indonesia.
ah seru di sana banyak kegiatan.
wahh semoga semakin banyak blogger dll yg sensitif gender saat menulis ya..
Bersyukur banget bisa ikut pelatihan ini. Semoga kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta kasus lainnya bisa segera ditangani dan berkurang.
aamiin.. peran kita sangat penting juga