Sukanto Tanoto Menyemangati Indonesia Untuk Menjadi Pemimpin Industri Kehutanan Dunia
Di mata pengusaha Sukanto Tanoto, Indonesia seharusnya mampu menjadi pemimpin di industri kehutanan. Banyak hal yang mendasarinya. Oleh sebab itu, pendiri Royal Golden Eagle (RGE) ini tidak kenal lelah dalam menyemangati semua pihak untuk menggapainya.
Saat ini, Indonesia belum masuk ke dalam jajaran pemimpin industri kehutanan dunia. Setidaknya hal tersebut terindikasi dari data tentang negara eksportir produk-produk dari kayu terbesar di dunia.
Sesuai data yang dirilis oleh World Atlas, Kanada menjadi pemimpin. Mereka mampu melakukan ekspor produk-produk kayu dengan volume mencapai 31 miliar kilogram. Berkat itu, mereka meraup dana 17,1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) per tahun dari pengelolaan bisnis industri kehutanan.
Posisi Kanada disusul oleh AS yang mengekspor 19,5 miliar kilogram per tahun. Mereka berada setingkat di atas Swedia dengan 18,5 miliar kilogram.
Di mana posisi Indonesia? Negara kita belum ada di peringkat sepuluh besar. Padahal, potensi yang dimiliki sangat besar. Inilah yang membuat Sukanto Tanoto bersemangat untuk mengubah kondisi tersebut.
Patut disadari, potensi besar negeri kita di industri kehutanan diawali luas hutan yang dimiliki. Dari data Earth and World terungkap bahwa Indonesia berada di peringkat kesembilan dalam daftar negara dengan wilayah hutan terluas. Di sana tercatat area rimba di negeri kita mencapai 884.950 km2.
Earth and World juga mencatat keuntungan khusus yang dimiliki Indonesia. Karena berada di kawasan tropis, pohon bisa tumbuh lebih cepat di negeri kita. Oleh sebab itu, sesungguhnya peluang untuk menjadi salah satu pemimpin industri kehutanan sangat besar.
SukantoTanoto mengetahui hal tersebut. Ia mencontohkan bagaimana negeri kita seharusnya mampu unggul dari negara subtropis seperti Finlandia. Di sana industri pulp dan kertas berkembang pesat. Padahal, sebagai daerah dengan empat musim, hanya ada kesempatan pohon untuk tumbuh beberapa bulan.
Ini berbeda dengan Indonesia. Sukanto Tanotomenyatakan pohon hutan tanaman industri di Indonesia bisa dipanen dalam lima hingga sepuluh tahun. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh semua negara sehingga merupakan peluang besar bagi industri kehutanan di dalam negeri.
“Adapun industri kehutanan di luar negeri perlu waktu puluhan tahun untuk bisa dipanen,” katanya.
Akan tetapi, kenyataannya, potensi besar industri kehutanan di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Akibatnya, negeri kita belum mampu menjadi pemimpin global di sektor tersebut.
Sukanto Tanoto ingin mengubah hal tersebut. Semangatnya tinggi untuk mengajak segenap pihak di dalam negeri untuk membenahi industri kehutanan bersama. Sebab, hanya dengan itulah, perkembangan positif dapat diraih.
Sebagai langkah awal, Sukanto Tanoto mencontohkannya di RGE. Berdasar pengalaman panjang menggeluti industri kehutanan, ia tahu bahwa sains menjadi kunci sukses. Jika mampu memanfaatkannya, maka bisnis dijamin berkembang.
Oleh sebab itu, Sukanto Tanoto selalu mengarahkan anak-anak perusahaan RGE untuk selalu mendukung tim riset dan pengembangan masing-masing. Mereka disemangati dan difasilitasi untuk menghasilkan terobosan yang penting bagi kemajuan usaha.
Salah satu contohnya dilakukan oleh Asian Agri. Perusahaan Sukanto Tanoto yang bergerak di sektor kelapa sawit ini mendukung tim riset dan pengembangannya untuk menghasilkan bibit berkualitas. Sebab, bibit sangat menentukan hasil perkebunan kelapa sawit.
Setelah bertahun-tahun bekerja keras, akhirnya harapan Sukanto Tanoto bisa dicapai. Asian Agri sanggup menghadirkan bibit unggul yang dinamai Topaz. Bibit ini berperan penting bagi peningkatan hasil panen di perkebunannya. Pasalnya, mereka mampu menghasilkan tandan buah segar dalam jumlah banyak dengan tingkat mutu minyak yang baik.
MENDIRIKAN PUSAT PENGEMBANGAN ILMU KEHUTANAN
Selain memberi contoh melalui RGE, Sukanto Tanoto juga mencoba mendorong kemajuan industri kehutanan lewat pengembangan ilmunya di dalam negeri. Namun, kondisi belum mendukung. Perkembangan ilmu kehutanan di Indonesia sangat lambat. Kondisi ini harus diubah dengan segera jika ingin mengembangkan industri dengan baik.
Oleh karena itu, melalui Tanoto Foundation yang didirikannya, Sukanto Tanoto, berinisiatif mendorong perkembangan ilmu kehutanan di Indonesia. Langkah yang diambil dengan mendirikam Tanoto Forestry Information Center (TFIC) di kawasan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 2015.
Sukanto Tanoto berharap TFIC bisa menjadi wadah pengembangan ilmu kehutanan di Indonesia. Sebab, di dalamnya ada panel, video, dan jurnal kehutanan. Semua itu dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan ilmuwan kehutanan yang andal. Pasalnya, keberadaan ilmuwan bakal berpengaruh terhadap perkembangan ilmu kehutanan.
“Pada akhirnya, berbagai aktivitas dalam lembaga ini sebagai jalan bagi kelahiran ilmuwan dan praktisi kehutanan yang unggul di tingkat internasional,” ujar Sukanto Tanoto.
Pendirian TFIC dirasa penting olehSukanto Tanoto. Pasalnya, ia tahu persis kekayaan hutan Indonesia. Dengan itu, seharusnya negeri kita mampu berbicara banyak di industri kehutanan dunia.
Sukanto Tanoto merupakan pebisnis sumber daya alam. Oleh sebab itu, ia mengetahui persis potensi kehutanan di negeri kita. Pasalnya, ia tergerak ingin membantu pemerintah dalam mengembangkan industri kehutanan dalam negeri .
“Swasta, terutama korporasi punya tanggung jawab untuk ikut memajukan dunia ilmu pengetahuan di Indonesia. Apalagi Indonesia kaya akan sumber daya alam. Salah satunya hutan,” ucap Sukanto Tanoto.
IPB dipilih sebagai perguruan tinggi pertama yang didukung oleh Tanoto Foundation untuk mengembangkan ilmu kehutanan di Indonesia. Hal ini bukan tanpa alasan. IPB dianggap memiliki kapasitas dalam bidang kehutanan sudah terbukti. Kendati demikian, bukan berarti tidak ada pihak lain yang akan mendapatkan dukungan serupa.
Sukanto Tanoto menegaskan bahwa pihaknya berencana akan menggandeng perguruan tinggi lain untuk merawat hutan di Indonesia.
“Tidak hanya dengan IPB, kami akan menggandeng perguruan tinggi lainnya. Oleh sebab itu, kami berharap IPB bekerjasama dengan perguruan tinggi lain dan lembaga penelitian bidang kehutanan lain untuk dapat mengembangkan pusat informasi yang dapat mendukung riset dan pengembangan ilmu kehutanan,” ujar Sukanto Tanoto.
Langkah Tanoto Foundation mendapat apresiasi tinggi dari Pemerintah Indonesia. Menristekdikti M. Nasir mengatakan keberadaan TFIC bisa menjadi instrumen utama penelitian, analisis, dan menyusun langkah strategis yang diperlukan dalam bidang kehutanan. Ia juga berharap institusi ini mampu menjadi penghubung untuk networking dan kolaborasi antara pelaku kehutanan nasional dan internasional.
Terlepas dari itu, hal lebih penting adalah perkembangan ilmu kehutanan bakal berarti penting bagi industri. Dengan perkembangannya yang positif, industri kehutanan diharapkan bisa berkembang.
Itulah yang diharapkan oleh Sukanto Tanoto. Ia memang berharap agar Indonesia mampu menjadi pemimpin industri kehutanan dunia. Sebab, potensinya memang sangat besar.
Sukanto Tanoto sudah mencontohkannya bersama RGE. Perusahaan yang dipimpinnya ini sudah menjadi korporasi kelas internasional dengan aset 18 miliar dolar Amerika Serikat dan karyawan 60 ribu orang. Kesuksesan itu mampu diraih berkat kiprah RGE di bisnis sumber daya alam termasuk industri kehutanan di dalamnya.